Kamis, 20 Desember 2012

Just for share


Rezeki saya ada dimana?


Malam telah larut saat saya meninggalkan kantor. Telah lewat pukul 11 malam.
Pekerjaan yang menumpuk, membuat saya harus pulang selarut ini. Ah, hari yang
menjemukan saat itu. Terlebih, setelah beberapa saat berjalan, warna langit
tampak memerah. Rintik hujan mulai turun. Lengkap sudah, badan yang lelah
ditambah dengan “acara” kehujanan.

Setengah ngebut saya mencari tempat berlindung. Untunglah, penjual nasi goreng yang mangkal di pojok jalan, mempunyai tenda sederhana. Lumayan, pikir saya. karena kelupaan membawa jas hujan segera saya berteduh, menjumpai bapak penjual yang sendirian, ditemani rokok dan lampu petromak yang masih menyala. Dia menyilahkan saya duduk. “Disini saja dik, dari pada kehujanan…,” begitu katanya saat saya meminta ijin berteduh.

Benar saja, hujan mulai deras, dan kami makin terlihat dalam kesunyian yang
pekat. Karena merasa tak nyaman atas kebaikan bapak penjual dan tendanya, saya
berkata, “tolong bikin mie goreng pak, di makan disini saja. Sang Bapak
tersenyum, dan mulai menyiapkan tungku apinya. Dia tampak sibuk. Bumbu dan
penggorengan pun telah siap untuk di racik. Tampaklah pertunjukkan sebuah
pengalaman yang tak dapat diraih dalam waktu sebentar. Tangannya cekatan sekali
meraih botol kecap dan segenap bumbu.

Segera saja, mie goreng yang mengepul telah terhidang. Keadaan yang semula canggung mulai hilang. Basa-basi saya bertanya, “Wah hujannya tambah deras nih, orang-orang makin jarang yang keluar ya Pak?” Bapak itu menoleh ke arah saya, dan berkata, “Iya dik, jadi sepi nih dagangan saya..” katanya sambil menghisap rokok dalam-dalam.
“Kalau hujan begini, jadi sedikit yang beli ya Pak?” kata saya, “Wah, rezekinya jadi berkurang dong ya?” Duh. Pertanyaan yang bodoh. Tentu saja, tak banyak yang membeli kalau hujan begini. Tentu, pertanyaan itu hanya akan membuat Bapak itu tambah sedih. Namun, agaknya saya keliru…

“Gusti Allah, ora sare dik, (Allah itu tidak pernah istirahat), begitu katanya. “Rezeki saya ada dimana-mana. Saya malah senang kalau hujan begini. Istri sama anak saya di kampung pasti dapat air buat sawah. Yah, walaupun nggak lebar, tapi lumayan lah tanahnya.” Bapak itu melanjutkan, “Anak saya yang disini pasti bisa ngojek payung kalau besok masih hujan…”

Degh. Duh, hati saya tergetar. Bapak itu benar, “Gusti Allah ora sare”. Allah Memang Maha Kuasa, yang tak pernah istirahat buat hamba-hamba-Nya. Saya rupanya telah keliru memaknai hidup. Filsafat hidup yang saya punya, tampak tak ada artinya di depan perkataan sederhana itu. Makna nya terlampau dalam, membuat saya banyak berpikir dan menyadari kekerdilan saya di hadapan Tuhan.

Saya selalu berpikiran, bahwa hujan adalah bencana, adalah petaka bagi banyak hal. Saya selalu berpendapat, bahwa rezeki itu selalu berupa materi, dan hal nyata yang bisa digenggam dan dirasakan. Dan saya juga berpendapat, bahwa saat ada ujian yang menimpa, maka itu artinya saya cuma harus bersabar. Namun saya keliru. Hujan, memang bisa menjadi bencana, namun rintiknya bisa menjadi anugerah bagi setiap petani. Derasnya juga adalah berkah bagi sawah-sawah yang perlu diairi. Derai hujan mungkin bisa menjadi petaka, namun derai itu pula yang menjadi harapan bagi sebagian orang yang mengojek payung, atau mendorong mobil dan motor yang mogok.



Hmm…saya makin bergegas untuk menyelesaikan mie goreng itu. Beribu pikiran tampak seperti lintasan-lintasan cahaya yang bergerak di benak saya. “Ya Allah, Engkau Memang Maha yang Tak Pernah Beristirahat” Untunglah, hujan telah reda, dan sayapun telah selesai makan. Dalam perjalanan pulang, hanya kata itu yang teringat, Gusti Allah Ora Sare….Gusti Allah Ora Sare…

***

Teman, begitulah, saya sering takjub pada hal-hal kecil yang ada di depan saya.
Allah memang selalu punya banyak rahasia, dan mengingatkan kita dengan cara yang
tak terduga. Selalu saja, Dia memberikan Cinta kepada saya lewat hal-hal yang
sederhana. Dan hal-hal itu, kerap membuat saya menjadi semakin banyak belajar.


Termasuk kali ini. Ya, ini adalah hari yang bersejarah buat saya. Saat ini, usia
saya telah bertambah, dan milis ini pun memasuki tahun yang ketiga. Tentu, ya
tentu, saya merasa bersyukur sekali dengan semua ini. Namun, kadang wujud syukur
itu tak tampak kentara dalam runutan hidup yang saya lakoni.

Dulu, saya berharap, bisa melewati tahun ini dengan hal-hal besar, dengan sesuatu yang istimewa. Saya sering berharap, saat saya bertambah usia, harus ada hal besar yang saya lampaui. Seperti tahun sebelumnya, saya ingin ada hal yang menakjubkan saya lakukan.
Namun, rupanya tahun ini Allah punya rencana lain buat saya. Dalam setiap doa

saya, sering terucap agar saya selalu dapat belajar dan memaknai hikmah
kehidupan. Dan kali ini Allah pun tetap memberikan saya yang terbaik. Saya tetap
belajar, dan terus belajar, walaupun bukan dengan hal-hal besar dan istimewa.


Aku berdoa agar diberikan kekuatan…Namun, Allah memberikanku cobaan agar aku kuat menghadapinya.
Aku berdoa agar diberikan kebijaksanaan…Namun, Allah memberikanku masalah agar aku mampu  memecahkannya.
Aku berdoa agar diberikan kecerdasan…Namun, Allah memberikanku otak dan pikiran agar aku dapat belajar dari-Nya.
Aku berdoa agar diberikan keberanian…Namun, Allah memberikanku marabahaya agar aku mampu menghadapinya
Aku berdoa agar diberikan cinta dan kasih sayang…Namun, Allah memberikanku orang-orang yang luka hatinya agar aku dapat berbagi dengannya.
Aku berdoa agar diberikan kebahagiaan…Namun, Allah memberikanku pintu kesempatan agar aku dapat memanfaatkannya.

*NoName

Tidak ada komentar:

Posting Komentar